Minggu pagi,
21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan
seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Dengan sangat hati-hati dan penuh
hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih
ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono
merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba
tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soejarno menghembuskan nafas
terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya
tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.
. Saya
membayangkan sebuah bangsa yang menjadi kerdil dan munafik. Apakah jejak
sejarah tak pernah mengajarkan kejujuran ketika justru manusia merasa bisa
meniupkan roh roh kebenaran ? Kisah tragis ini tidak banyak diketahui orang.
Kesaksian tidak pernah menjadi hakiki karena selalu ada tabir tabir di
sekelilingnya yang diam membisu. Selalu saja ada korban dari mereka yang
mempertentangkan benar atau salah.
Butuh waktu bagi bangsa ini untuk menjadi arif.
Butuh waktu bagi bangsa ini untuk menjadi arif.
Dunia melepas salah
seorang pembuat sejarah yang penuh ontrovers. Banyak yang menyayanginya, banyak
pula yang membencinya, namun semua sepakat seoekarno adalah seorang manusia
yang tidak biasa. Yang belum tentu di lahirkan kembali dalam waktu satu abad.
Manusia itu kini telah tiada.
Selamat jalan bapak, you are the best father an pemimpin yang pernak
kami miliki.
Kesadaran adalah Matahari
Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Perjuangan adalah pelaksanaan kata kata
( WS. Rendra)
Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Perjuangan adalah pelaksanaan kata kata
( WS. Rendra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar